Menunggu Mendes Yandri Tunaikan Janji Sejahterakan Anggota Badan Permusyawaratan Desa

 



Deskripsi :

Opini tentang janji Menteri Desa Yandri Susanto untuk sejahterakan anggota BPD melalui skema tunjangan 80% Siltap kepala desa. Mengupas harapan, tantangan anggaran, dan solusi konkret untuk demokrasi desa yang lebih kuat di 2025.

Janji Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDT), Yandri Susanto, untuk menyejahterakan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi angin segar bagi lebih dari 800.000 anggota BPD di seluruh Indonesia. 

Dalam acara Dies Natalis ke-26 BPD di Plaza Apresiasi, Serang, Banten, pada 7 Mei 2025, Yandri menegaskan komitmennya untuk mengkaji skema tunjangan guna meningkatkan kesejahteraan BPD, yang ia sebut sebagai “ujung tombak” pemerintahan desa. 

Namun, tiga bulan berlalu sejak janji tersebut, pertanyaan besar mengemuka: seberapa realistis janji ini dapat ditunaikan, dan apa maknanya bagi masa depan tata kelola desa? Dengan tantangan anggaran dan dinamika kebijakan, opini ini mengupas harapan, tantangan, dan langkah konkret yang dinantikan dari Yandri.

Janji Yandri: Harapan Baru untuk BPD

Dalam sambutannya di Dies Natalis ke-26 BPD, Yandri Susanto tidak hanya memuji peran BPD sebagai tulang punggung pemerintahan desa, tetapi juga mengakui realitas pahit: banyak anggota BPD harus “nombok” demi menjalankan tugas mereka. 

“Ini saya setuju, saya tahu BPD, kepala desa, staf desa, sebagai ujung tombak. Kadang-kadang menjadi ujung tombok,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari [news.detik.com]. Pernyataan ini mencerminkan empati terhadap beban finansial anggota BPD, yang sering kali menggunakan dana pribadi untuk transportasi, komunikasi, atau kegiatan musyawarah.

Yandri berjanji untuk mengkaji skema tunjangan, dengan wacana besaran setara 80 persen dari Siltap (penghasilan tetap) dan tunjangan kepala desa. Mengacu pada Permendagri Nomor 47 Tahun 2016, Siltap kepala desa rata-rata berkisar Rp2,4 juta–Rp3 juta per bulan, sehingga tunjangan BPD potensial naik dari kisaran Rp500.000–Rp650.000 menjadi Rp1,9 juta–Rp2,4 juta per bulan. 

Janji ini disambut antusias oleh Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia (PABPDSI), yang diwakili Ketua Umum Ferry Radiansyah. 

Seorang anggota BPD dari Sumedang, seperti dikutip dari [sumedangraya.pikiran-rakyat.com], menyatakan, “Kami berharap kenaikan tunjangan ini bikin kami lebih semangat awasi Dana Desa dan bantu warga.”

Makna Kesejahteraan BPD bagi Pembangunan Desa

Kesejahteraan anggota BPD bukan sekadar soal finansial, tetapi juga soal penguatan demokrasi desa. BPD, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memiliki tugas strategis: menyusun peraturan desa, menampung aspirasi warga, dan mengawasi kinerja kepala desa. 

Dengan Dana Desa mencapai Rp70 triliun pada 2025 [Kemendesa.go.id], peran BPD dalam mencegah penyalahgunaan anggaran semakin krusial. Namun, tunjangan yang minim—sering kali di bawah Rp1 juta per bulan—membuat banyak anggota BPD kesulitan fokus, apalagi mereka yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani atau pedagang.

Kenaikan tunjangan ke level 80 persen Siltap kepala desa, seperti diwacanakan Yandri, bisa meningkatkan motivasi dan independensi BPD. Seorang warga di X, @DesaMajuID, menulis, “BPD itu jantungan desa, kalau gajinya kecil, mana kuat ngawasin dana miliaran?” 

Tunjangan yang layak juga dapat menarik kandidat berkualitas, termasuk perempuan yang wajib mengisi minimal 30% kursi BPD, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016. Dengan kesejahteraan terjamin, BPD bisa lebih proaktif dalam program seperti ketahanan pangan atau pengelolaan sampah berbasis Zero Waste Cities.

Tantangan Mewujudkan Janji

Meski janji Yandri membawa harapan, sejumlah tantangan menghadang:

  1. Keterbatasan Anggaran Desa
    Tunjangan BPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), yang bergantung pada Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD). Menurut [Kemendesa.go.id], rata-rata Dana Desa per desa pada 2025 adalah Rp800 juta–Rp1,2 miliar, dengan porsi besar untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. Jika tunjangan BPD dinaikkan untuk 5–9 anggota per desa, biaya bisa mencapai Rp10 juta–Rp20 juta per bulan, atau hingga 20% APBDes. Ini berisiko mengurangi anggaran untuk program lain, seperti lumbung pangan atau bank sampah.

  2. Koordinasi Antar-Kementerian
    Yandri menyebut bahwa kajian skema tunjangan akan melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Bappenas [sumedangraya.pikiran-rakyat.com]. Namun, proses ini memakan waktu, terutama karena harmonisasi regulasi dan keberlanjutan fiskal. Hingga Agustus 2025, belum ada pernyataan resmi tentang progres kajian ini, menimbulkan kekhawatiran di kalangan BPD.

  3. Variasi Kemampuan Ekonomi Desa
    Desa-desa di wilayah tertinggal, seperti di NTT atau Papua, memiliki APBDes jauh lebih kecil dibandingkan desa di Jawa. Menyamakan tunjangan BPD dengan 80 persen Siltap kepala desa bisa menciptakan ketimpangan, karena desa miskin akan kesulitan memenuhi standar ini. Seorang anggota BPD di Banten, seperti dikutip dari [desamerdeka.id], mengeluhkan, “Kami dukung kenaikan, tapi kalau desa kami minim dana, bagaimana caranya?”

Langkah yang Dinantikan dari Yandri

Untuk menunaikan janjinya, Yandri perlu mengambil langkah konkret:

  • Kajian Cepat dan Transparan: Segera bentuk tim lintas kementerian untuk menyusun skema tunjangan, dengan batas waktu jelas, misalnya akhir 2025. Publikasikan progresnya melalui kanal resmi seperti [Kemendesa.go.id] untuk menjaga kepercayaan publik.

  • Skema Berbasis Kinerja: Selain tunjangan tetap, pertimbangkan insentif berbasis kinerja, seperti di Kabupaten Malang, di mana BPD aktif mendapat tambahan Rp100.000–Rp200.000 per bulan [malangtimes.com]. Ini mendorong produktivitas tanpa membebani APBDes.

  • Dukungan APBD: Dorong pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan subsidi tunjangan BPD melalui APBD, seperti dilakukan di Majalengka [ciayumajakuning.id].

  • Peningkatan Kapasitas BPD: Adakan pelatihan regulasi dan pengawasan untuk BPD, agar kenaikan tunjangan sejalan dengan peningkatan kualitas kinerja.

Penutup: Harapan yang Harus Dijaga

Janji Menteri Yandri Susanto untuk menyejahterakan anggota BPD adalah langkah visioner untuk memperkuat demokrasi dan pembangunan desa. Namun, tanpa kejelasan regulasi dan solusi atas keterbatasan anggaran, janji ini berisiko menjadi angin lalu. Warga desa, seperti diungkapkan @WargaDesa_ di X, menanti realisasi: “BPD kerja keras buat desa, jangan cuma dijanjiin, Pak Menteri!” Dengan koordinasi yang baik, skema tunjangan yang realistis, dan dukungan lintas sektor, Yandri dapat menepati komitmennya, membawa BPD menjadi mitra sejajar kepala desa yang lebih kuat dan sejahtera. Mari kita tunggu langkah nyata Yandri untuk mewujudkan desa yang makmur dan inklusif. Apa harapan Anda untuk BPD? Bagikan di kolom komentar!

Posting Komentar untuk "Menunggu Mendes Yandri Tunaikan Janji Sejahterakan Anggota Badan Permusyawaratan Desa"