Dilema Perangkat Desa dan Anggota BPD: Bertahan atau Pilih Jalur PPPK Paruh Waktu?

 



Kesempatan bagi tenaga non-ASN untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu kini terbuka lebar. Namun di balik peluang tersebut, muncul dilema yang dihadapi perangkat desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Bulukumba.

Mereka yang tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) kini dihadapkan pada keputusan sulit: tetap menjabat sebagai perangkat desa atau anggota BPD, atau memilih jalur baru sebagai PPPK paruh waktu. Sejumlah kasus perangkat desa yang lulus seleksi PPPK telah menimbulkan polemik, utamanya terkait potensi rangkap jabatan yang secara hukum dan etika pemerintahan dilarang.

Aturan Larangan Rangkap Jabatan

Di Kabupaten Bulukumba, BKPSDM bersama DPMD telah mengingatkan perangkat desa maupun anggota BPD untuk mencermati regulasi yang berlaku. Aturan ini mengacu pada Surat Edaran Kantor Regional IV BKN Makassar tertanggal 20 Maret 2023 Nomor 140/B-KP.13.05/SD/KR.IV/2023 yang secara tegas melarang PPPK—baik penuh waktu maupun paruh waktu—menduduki jabatan publik tertentu, termasuk kepala desa, anggota BPD, hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Kepala BKPSDM Bulukumba, Ahmad Rais, menegaskan surat edaran ini menjadi pedoman utama penanganan PPPK di daerah. “Untuk sementara, surat edaran BKN itu yang menjadi rujukan, termasuk bagi yang ingin maju sebagai anggota BPD,” tegasnya.

Plt Kepala Bidang Pemerintahan Desa DPMD Bulukumba, Andi Riefad Muslimin, mengakui persoalan ini cukup rumit. Undang-Undang Desa memang tidak secara eksplisit melarang anggota BPD rangkap jabatan, namun aturan nasional mengenai PPPK tetap harus diikuti.

“Kalau berdasarkan UU Desa, memang tidak ada larangan BPD rangkap jabatan. Tapi aturan dari BKN menjadi acuan utama bagi PPPK. Yang jelas, untuk perangkat desa sendiri, larangan rangkap jabatan sudah jelas,” ujarnya.

Potensi Konflik Kepentingan

Dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditegaskan perangkat desa berstatus non-ASN. Artinya, ketika perangkat desa diangkat sebagai PPPK, potensi konflik kepentingan dan duplikasi jabatan sulit dihindari.

Larangan rangkap jabatan juga termuat dalam Pasal 53 ayat (1) huruf d PP Nomor 49 Tahun 2018, yang menyatakan PPPK dapat diberhentikan bila menduduki jabatan lain yang dilarang peraturan perundang-undangan. Sementara PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS juga mewajibkan ASN bekerja penuh waktu tanpa rangkap jabatan.

Jika perangkat desa atau anggota BPD memaksakan diri tetap memegang dua jabatan, risikonya serius: pemberhentian secara administrasi, pelanggaran etika jabatan, hingga dianggap menimbulkan kerugian negara. Bila terbukti menerima dua penghasilan dari negara sekaligus, mereka juga bisa dijerat Pasal 3 UU Tipikor.

Tuntutan Tegas Pemerintah Daerah

Dilema perangkat desa dan anggota BPD yang lulus PPPK kini menjadi sorotan publik. Apakah mereka akan diminta memilih salah satu jabatan, atau justru dibiarkan rangkap posisi yang rawan konflik kepentingan? Jawaban itu kini ada di tangan pemerintah daerah dan instansi terkait yang dituntut tegas menegakkan aturan dan menjaga integritas tata kelola pemerintahan desa.***

Sumber :


1

Posting Komentar untuk "Dilema Perangkat Desa dan Anggota BPD: Bertahan atau Pilih Jalur PPPK Paruh Waktu?"